Cari dan Temu

Kolom Sponsor

Selasa, 23 Oktober 2012

Cerpen

Kupu - Kupu Etalase
oleh : Septiana Tri


Jam telah menunjukan pukul dua malam, longlongan anjing sayup terdengar dari kejauhan, semakin sering. Jalanan semakin lenggang, hanya angkutan umum yang sesekali melaluinya. Gerimis telah menyapu orang-orang untuk beraktifitas di malam itu, karena udara telalu dingin walau hanya untuk keluar rumah.

Sekar masih tertunduk dibawah naungan atap halte tua disuatu jalan kota, dengan membawa kopor besar, dia menerawang. Dia melamun dan limbung. Sulit untuk dihapuskan dari ingatannya apa yang telah terjadi kurang lebih dua tahun yang lalu, Ketika ayahnya ingin sekali menikahkan dirinya dengan Roy, anak teman ayahnya. Berkali-kali ayah membujuknya, berkali-kali pula Roy datang memohon kepadanya, namun Sekar tak pernah mau menerima pinangannya. 

Setelah ayahnya mulai putus asa, ahirnya pertengkaran diantara mereka tak terelakan. Sekar berkata bahwa dia tak pernah mencintai Roy dan dia lebih menikmati hidupnya dengan mencintai Arum, sahabat kecilnya. Mendengar alasan itu, seluruh keluarga tak dapat menerima keputusan yang diambilnya. Ayahnya pun semakin kecewa dengannya, dan terlanjur malu dengan keluarga Roy.
“Pergi saja kau jika seperti ini, darimana kau mendapatkan ajaran-ajaran sesat itu hingga perilakumu melenceng dari agama?” ungkap ayahnya, murka.
“Sekar, keluarga kita adalah keluarga yang baik, dan ibu tak pernah mengajarimu hal seperti itu,” ujar ibunya berurai air mata.

Semua perkataan yang didengar Sekar telah melukai hatinya. Namun dia putuskan untuk diam dalam menghadapinya. Malam itu dia meninggalkan rumah dengan hanya berbekal beberapa baju dan uang beberapa puluh ribu yang dibawanya.

Keputusan besar Sekar ambil untuk hidupnya, dia melepaskan jilbab yang telah menemaninya hampir separuh hidupnya itu. Dia mengganti baju yang selayaknya dia pakai saat berjilbab dengan setelan jeans dan jaket. Sekar berlalu begitu saja, tertelan oleh kesunyian malam.

Malam itu Sekar menggelandang. Dia tak mungkin mengadu pada Arum, jarak yang cukup jauh antara Surabaya dan Jogja memang terlalu jauh. Keragu-raguannya akan sikap Arum jika mengetahui bahwa Sekar menyukainya juga menjadi alasan untuk tidak mengabarinya. Tidur di emperan toko ahirnya dia lakukan dengan berbekal kardus bekas yang dia dapat dari seseorang ibu tua yang merasa iba dengannya.
***


Sepertinya dia memang tak punya pilihan lain saat itu, butiran air mata mengalir deras di kedua matanya. Hawa dingin segera menyerangnya, dia mencoba menghalaunya dengan memasukan tangannya ke dalam cardigannya yang terbuat dari wool tebal. Gerimis mulai turun kembali, terlalu dingin jika Sekar memaksakan diri untuk tidur di halte tua itu.

Seharusnya dia dapat bernafas lega karena telah lepas dari mucikari yang membuatnya menjadi lacur sekitar dua tahun lalu. Namun ternyata hidupnya sekarang lebih sulit, tak ada uang yang cukup, setidaknya untuk mencari penginapan murah untuknya, bahkan tidak juga untuk ongkos taksi.

Malam akan berahir, hampir saja pukul tiga dini hari. Sudah sekitar tiga jam sekar duduk disana. Lamunannya melayang menuju tante Min. seorang mucikari yang memperkerjakannya dulu. Walau diperbudak olehnya, tanpa tante Min dia tak akan hidup selama ini, sudah pasti dia akan kelaparan dijalanan lalu mati sebagai glandangan.

Dua tahun lalu Sekar dijual oleh seorang laki-laki yang baru dia kenal disebuah kendaraan umum kepada Tante Min, ahirnya nasib Sekar pun berada di tangan Tante Min. Mau tak mau, uang telah berpindah dari tangan tante min menuju Suryo. Suryo adalah laki-laki yang belakangan ini berprofesi menjadi germo resmi tante Min.

Malam-malam selanjutnya Sekar habiskan untuk menemani banyak tamu laki-laki, menemani mengobrol hingga ahirnya berlabuh pada kasur-kasur empuk, Sekar tersiksa karena itu semua. Dan sempat dia menyesali keputusan yang dia buat dulu. Terkadang dia berpikir seharusnya dulu aku menerima pinangan Roy dan menikah dengannya. Mungkin hidupnya tak sesakit ini karena dia dapat tidur hanya dengan satu lelaki saja dalam hidupnya.

Namun nasi memang telah berubah menjadi bubur, bahkan telah berubah basi. Sekar tak dapat memutar ulang apa yang dulu telah terjadi padanya. Ahirnya dia putuskan untuk tetap menikmati apa yang telah ada didirinya. Beberapa waktu dia terlelap dalam kebahagiaan semunya dan terkadang dia merasa tak ingin bangun lagi.

Sekitar seminggu yang lalu Tante Min meninggal dunia dan belum diketahui sebab kematiannya. Semenjak itu, secara otomatis polisi menutup praktek prostitusi yang dimilikinya. Dan secara otomatis pula para pekerjanya harus meninggalkan tempat itu. Sebagian pergi untuk pulang ke desa asal, sebagian lagi mencari mucikari-mucikari lain yang mau menampung mereka.

Sekar kembali tersadar dari lamunannya, bibirnya masih tertutup rapat, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Kepala Sekar mulai pening karena tak tidur semalaman. Dia letakkan kepalanya diatas koper besarnya, matanya terpejam namun dia tak tidur. Dia ingat wajah-wajah orang yang dicintainya, wajah ayah dengan emosi yang hampir meledak saat malam itu, wajah ibu dengan guratan-guratan kesedihan, Hans adiknya yang hanya terdiam melihatnya dan tentu saja wajah Arum yang menurutnya sangat indah.

Sekitar setengah tahun yang lalu Sekar mendapat kabar bahwa sang ayah telah beristirahat untuk selama-lamanya. Sebenarnya Sekar ingin sekali pulang, namun dia tak punya nyali untuk itu. Sekar tak sanggup melihat kesedihan ibunya dan hans jika mereka mengetahui keadaannya yang sekarang. Dia tak mau mereka tahu bahwa dia menjadi seorang pelacur.  

Tiba-tiba wajah Arum menyelimuti ingatannya, membuatnya merasa hangat walau dia ditengah-tengah udara dingin yang menyergapnya. Dia ingat masa-masa indah dulu saat mereka bersama. Namun dua bulan yang lalu dia dengar Arum telah menikah dengan lelaki pilihannya, dan Arum tak pernah tahu jika sebenarnya sejak lama Sekar benar-benar mencintainya sebagai seorang kekasih.

Memang seumur hidupnya, Sekar habiskan untuk mencintai Arum, dan tak pernah seorang laki-laki pun yang menggantikan posisi Arum. Namun dia putuskan untuk menyimpan saja rasa cintanya itu. Dia tak mau rumah tangga Arum terganggu jika Arum mengetahui perasaannya. Dan lebih dari itu, dia tak ingin Arum membencinya sehingga dia kehilangan Arum yang manis itu.

Adzan subuh mulai berkumandang, fajar mulai menyingsing. Otak sang kupu-kupu mulai berpikir keras. Dia mulai bertanya pada dirinya, apa yang seharusnya dia lakukan. Dia mencoba meraba tentang petunjuk yang seharusnya diberika Tuhan kepadanya. Dia  mulai bimbang dengan keputusan apa yang harus dia buat.









Lalu sang kupu-kupu putuskan untuk keluar dari etalasenya, dan kembali pada sarangnya yang bertahun-tahun lalu telah dia tinggalkan. Mencoba mengubur rasanya tentang Arum dan berharap Hans dan ibunya masih mau menyambutnya dengan maaf.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 Kompress Media
Blog by Damar Nurani